Selasa, 21 Mei 2013

Bab II Perawatan luka post Op SC



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Konsep Dasar
2.1.1     Tinjauan umum tentang Pengetahuan
2.1.1.1  Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo Notoatmodjo).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan  seseorang (overt behavior).
Pengetahuan adalah penggunaan pikiran dan penalaran, logika serta bahasa. Dalam hal ini pikiran mengajukan pertanyaan yang relevan dengan persoalan. Sedangkan penalaran merupakan proses bagaimana pikiran menarik kesimpulan dari hal-hal yang sebelumnya diketahui. Peran logika menjadi seperangkat asas yang mengarahkan supaya berpikir menjadi benar (Wahyudin, 2006 : 38 – 40). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berprilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
a.       Awarenees (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b.      Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus tersebut atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
c.       Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap sikap responden sudah lebih baik lagi.
d.      Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e.       Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan itu sendiri banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: adalah pendidikan formal. Jadi pengetahuan sangat erat hubungan dengan pendidikan, di mana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah, mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa, peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah yang pada akhirnya akan menentukan sikap seseorang tentang suatu obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dan obyek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap obyek tertentu.
Pengetahuan menurut Anshari (dalam Notoatmodjo, 2003) dapat dibedakan menjadi empat bagian, yaitu :
a.    Pengetahuan Biasa, yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang biasa, yang sehari-hari, yang selanjutnya disebut pengetahuan.
b.    Pengetahuan Ilmiah, yaitu pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu, yang selanjutnya disebut ilmu pengetahuan.
c.    Pengetahuan Filosofi, yaitu semacam ilmu yang istimewa, yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak terjawab oleh ilmu-ilmu biasa yang selanjutnya disebut filsafat.
d.   Pengetahuan Theologis, yaitu pengetahuan keagamaan, pengetahuan tentang agama, pengetahuan tentang pemberitahuan dari Tuhan.
Pengetahuan oleh Bloom (dalam Notoatmodjo, 2003) diklasifikasikan sebagai berikut :
a.    Pengetahuan spesifik yang meliputi pengetahuan tentang istilah-istilah dan pengetahuan tentang fakta-fakta spesifik.
b.    Pengetahuan tentang metode dan sumber untuk melengkapi sesuatu dengan pokok-pokok yang meliputi pengetahuan sebagai akidah, pengetahuan sebagai sesuatu yang berpengaruh antara yang satu dengan yang lain dan berurutan, pengetahuan sebagai klasifikasi dan kategori, pengetahuan sebagai metodologi.
c.    Pengetahuan sebagai sesuatu yang universal dan abstrak yang terdiri atas pengetahuan sebagai prinsip dan generalisasi dan pengetahuan sebagai teori dan struktur.
2.1.1.2  Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.
a.    Tahu (Know) 
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b.   Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau matari harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari
c.    Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d.   Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
e.    Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
2.1.1.3  Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan menurut Soekidjo Notoatmodjo dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas. 
2.2    Konsep Variabel yang diteliti
2.2.1   Tinjauan Umum tentang Perawat
2.2.1.1  Defenisi Perawat
Menurut Undang-Undang RI .No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan perawatan.
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien (Internasional Council of Nursing, 2001)
2.2.1.2  Pendidikan Keperawatan
Salah satu ciri profesionalisme keperawatan adalah adanya pohon ilmu dan pendidikan tinggi keperawatan. Pendidikan keperawatan diselenggarakan berdasarkan kepada kebutuhan akan pelayanan keperawatan, seperti yang tercantum dalam undang-undang kesehatan No 23/1992/pasal 32 ayat 3 dan 4 yang antara lain menyebutkan bahwa pengobatan dan/atau perawatan serta pelaksanaannya dapat dilakukan.
2.2.1.3  Peran Perawat
Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti. Berikut di bawah ini dapat diuraikan peran perawat menurut konsorsium ilmu  kesehatan  tahun 1989 adalah sebagai berikut:
a.    Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar
Manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya

b.   Peran sebagai advokat pasien
Peran ini dapat dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c.    Peran edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan .
d.   Peran koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
e.    Peran kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f.    Peran konsultan
Peran disini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
g.   Peran pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
2.2.1.4  Fungsi perawat
Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya fungsi independen, fungsi dependen dan fungsi interdependen. Berikut di bawah ini akan diuraikan fungsi perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 adalah sebagai beikut :
a.    Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dalam melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis, keamanan dan kenyamanan, kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
b.   Fungsi dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain yang. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum
c.    Fungsi interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter atau tim lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.

2.3     Tinjauan Umum tentang Standar Operasional Prosedur (SOP)
2.3.1   Defenisi Standar Operasional Prosedur
Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat instruksi atau langka         langkah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien (Depkes RI, 2004). Merupakan tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yangbertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes RI,  1995). Tujuan umum standar operasional prosedur adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.
2.3.2   Tujuan khusus standar operasional prosedur adalah
a.    Menjaga konsistensi tingkat penampilan kerja atau kinerja
b.    Meminimalkan kegagalan, kesalahan dan kelalaian dalam proses pelaksanaan kegiatan
c.    Merupakan parameter untuk menilai mutu kinerja dan pelayanan
d.   Memastikan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif
e.    Menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait
f.     Mengarahkan pendokumentasian yang adekuat dan akurat
2.3.2   Fungsi standar operasional prosedur adalah :
a.       Memperkuat tugas petugas atau tim
b.      Sebagai dasar hukum dan etik bila terjadi penyimpangan
c.       Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatan
d.      Mengarahkan perawat dan bidan untuk disiplin dalam bekerja
e.       Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin
Standar selalu berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. Standar dibuat untuk mengarahkan cara pelayanan yang akan diberikan serta hasil yang ingin dicapai.

2.4     Perawatan luka post op SC
2.4.1   Defenisi post op SC
Tak semua persalinan dapat berlangsung mulus, kadang terdapat indikasi medis yang mengharuskan seorang ibu melewati proses persalinan dengan operasi. Operasi ini disebut dengan Sectio Caesarea.
Sectio Caesarea berasal dari bahasa Latin, Caedere, artinya memotong. Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding rahim. Pada pasien yang dilakukan operasi pembedahan untuk tindakan sectio cesarea ini memerlukan beberapa perhatian karena ibu nifas yang melahirkan dengan operasi caesarea agar dapat melewati fase penyembuhan pasca operasi tanpa komplikasi.
Proses persalinan operasi caesar umumnya berlangsung sekitar satu jam. Pada pasien dengan pembiusan total, kesadaran akan berlangsung pulih secara bertahap seusai penjahitan luka operasi. Sedangkan pada pembiusan regional, dengan anasthesi epidural atau spinal (memasukkan obat bius melalui suntikan pada punggung), ibu bersalin akan tetap sadar hingga operasi selesai dan hanya bagian perut ke bawah akan hilang sensasi rasa sementara.
2.4.2   Tujuan Perawatan Post Operasi.
Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi wanita kembali normal. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya.
Secara klasik, kelanjutan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang tindih pada status fungsional pasien. Aturan dan perhatian para ginekolog secara gradual berkembang sejalan dengan pergerakan pasien dari satu fase ke fase lainnya. Fase pertama, stabilisasi perioperatif, menggambarkan perhatian para ahli bedah terhadap permulaan fungsi fisiologi normal, utamanya sistem respirasi, kardiovaskuler, dan saraf. Pada pasien yang berumur lanjut, akan memiliki komplikasi yang lebih banyak, dan prosedur pembedahan yang lebih kompleks, serta periode waktu pemulihan yang lebih panjang.
Periode ini meliputi pemulihan dari anesthesia dan stabilisasi homeostasis, dengan permulaan intake oral. Biasanya periode pemulihan 24-28 jam. Fase kedua, pemulihan postoperatif, biasanya berakhir 1-4 hari. fase ini dapat terjadi di rumah sakit dan di rumah. Selama masa ini, pasien akan mendapatkan diet teratur, ambulasi, dan perpindahan pengobatan nyeri dari parenteral ke oral. Sebagian besar komplikasi tradisional postoperasi bersifat sementara pada masa ini. Fase terakhir dikenal dengan istilah “kembali ke normal”, yang berlangsung pada 1-6 minggu terakhir. Perawatan selama masa ini muncul secara primer dalam keadaan rawat jalan. Selama fase ini, pasien secara gradual meningkatkan kekuatan dan beralih dari masa sakit ke aktivitas normal.
2.4.3   Pedoman Perawatan Post Operasi
Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai ia sadar. Harus dijaga supaya jalan napas tetap bebas. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya. Penderita yang menjalani operasi kecuali operasi kecil, keluar dari kamar operasi dengan infus intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9% atau glukosa 5% yang diberikan berganti-ganti menurut rencana tertentu. Di kamar operasi (atau sesudah keluar dari situ) ia, jika perlu, diberi pula transfusi darah. Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan, sehingga ia meninggalkan kamar operasi dengan defisit cairan. Oleh karena itu, biasanya pascaoperasi minum air dibatasi, sehingga perlu pengawasan keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus, dan cairan yang keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi sebaliknya juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru-paru. Untuk diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dihitung dalam 24 jam berupa air kencing dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan evaporasi dari kulit dan pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24 jam sedikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk mengganti cairan yang keluar.
Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek, kadang sampai muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang sama sekali; kemudian, ia boleh minum sedikit-sedikit, untuk lambat laun ditingkatkan. Dalam 24 sampai 48 jam pascaoperasi, hendaknya diberi makanan cair; sesudah itu, apalagi jika sudah keluar flatus, dapat diberi makanan lunak bergizi untuk lambat-laun menjadi makanan biasa.
Pada pascaoperasi peristalik usus mengurang dan baru lambat laun pulih kembali. Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak lagi; dengan gejala mules, kadang-kadang disertai dengan perut kembung sedikit. Pengeluaran flatus dapat dibantu dengan pemberian dosis kecil prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan ke dalam rektum, dan kadang-kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150 cc. campuran minyak dan gliserin. Pemberian antibiotik pada pascaoperasi tergantung dari jenis operasi yang dilakukan. Misalnya, setelah kista ovarium kecil diangkat, tidak perlu diberi antibiotik; akan tetapi sesudah histerektomi total dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan.
Pasien dengan masalah kesehatan membutuhkan perawatan postoperatif dalam ICU untuk mendapatkan ventilasi jangka panjang dan monitoring sentral. Ketika pasien diserahterimakan kepada perawat harus disertai dengan laporan verbal mengenai kondisi pasien tersebut berupa kesimpulan operasi dan intruksi pasca operatif. Intruksi pasca operatif harus sesuai dengan elemen berikut:
2.4.3.1 Tanda Tanda Vital
Evaluasi tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan dilakukan setiap 15-30 menit sampai pasien stabil kemudian setiap jam setelah itu paling tidak untuk 4-6 jam. Beberapa perubahan signifikan harus dilaporkan sesegera mungkin. Pengukuran ini, termasuk temperatur oral, yang harus direkam 4 kali sehari untuk rangkaian sisa pasca operatif. Anjurkan pernapasan dalam setiap jam pada 12 jam pertama dan setiap 2-3 jam pada 12 jam berikutnya. Pemeriksaan spirometri dan pemeriksaan respirasi oleh terapis menjadi pilihan terbaik, utamanya pada pasien yang berumur tua, obesitas, atau sebaliknya pada pasien lainnya yang bersedia atau yang tidak bisa berjalan.
2.4.3.2  Perawatan Luka
Fokus penanganan luka adalah  mempercepat penyembuhan luka dan meminimalkan komplikasi dan biaya perawatan. Fokus utama dalam penanganan luka adalah dengan evakuasi semua hematoma dan seroma dan mengobati infeksi yang menjadi penyebabnya. Perhatikan perdarahan yang terlalu banyak (inspeksi lapisan dinding abdomen atau perineal). Lakukan pemeriksaan hematokrit sehari setelah pembedahan mayor dan, jika perdarahan berlanjut, diindikasikan untuk pemeriksaan ulang. Luka abdomen harus diinspeksi setiap hari. Umumnya luka jahitan pada kulit dilepaskan 3-5 hari postoperasi dan digantikan dengan Steri-Strips.Idealnya, balutan luka diganti setiap hari dan diganti menggunakan bahan hidrasi yang baik. Pada luka yang nekrosis, digunakan balutan tipis untuk mengeringkan dan mengikat jaringan sekitarnya ke balutan dalam setiap penggantian balutan. Pembersihan yang sering harus dihindari karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu dan memperlambat penyembuhan luka
a. Pengertian
Suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka, mengangkat jahitan, menutup dan membalut luka sehinga dapat membantu proses penyembuhan luka.
b. Tujuan
1. Mencegah terjadinya infeksi.
2. Mempercepat proses penyembuhan luka.
3. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.
c. Persiapan
1. Alat
• Set perawatan luka dan angkat jahitan dalam bak instrumen steril :
- Sarung tangan steril.
- Pinset 4 (2 anatomis, 2 cirurgis)
- Gunting hatting up.
- Lidi waten.
- Kom 2 buah.
- Kasa steril.
• Plester
• Gunting perban
• Bengkok 2 buah
• Larutan NaCl
• Perlak dan alas
• Betadin
• Korentang
• Alkohol 70%
• Kapas bulat dan sarung tangan bersih
2. Lingkungan
- Menutup tirai / jendela.
- Merapikan tempat tidur.
3. Pelaksanaan
-  Mengatur posisi sesuai dengan kenyamanan pasien.
- Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan  dilakukan.
- Inform Consent.
d. Prosedur Pelaksanaan
1.      Jelaskan prosedur pada klien dengan menggambarkan langkah-langkah perawatan luka.
2.      Dekatkan semua peralatan yang diperlukan.
3.      Letakkan bengkok dekat pasien.
4.      Tutup ruangan / tirai di sekitar tempat tidur.
5.      Bantu klien pada posisi nyaman.
6.      Cuci tangan secara menyeluruh.
7.      Pasang perlak dan alas.
8.      Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester. Angkat balutan dengan pinset.
9.      Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan.
10.  Dengan sarung tangan/pinset, angkat balutan.
11.  Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan NaCl.
12.  Observasi karakter dan jumlah drainase.
13.  Buang balutan kotor pada bengkok, lepaskan sarung tangan dan buang pada bengkok yang berisi Clorin 5%.
14.  Buka bak instrumen, siapkan betadin dan larutan NaCl pada kom, siapkan plester, siapkan depres.
15.  Kenakan sarung tangan steril.
16.  Inspeksi luka, perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan dan karakter drainase serta palpasi luka (kalau perlu).
17.  Bersihkan luka dengan larutan NaCl dan betadin dengan menggunkan pinset. Gunakan satu kasa untuk setiap kali usapan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang terkontaminasi. Gunakan dalam tekanan progresif menjauh dari insisi/tepi luka.
18.  Gunakan kasa baru untuk mengeringkan luka/insisi. Usap dengan cara seperti pada langkah 17.
19.  Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara : menjepit simpul jahitan dengan pinset cirurgis dan ditarik sedikit ke atas kemudian menggunting benang tepat dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit/pada sisi lain yang tidak ada simpul.
20.  Olesi luka dengan betadin.
21.  Menutup luka dengan kasa steril dan di plester.
22.  Merapikan pasien.
23.  Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya.
24.  Melepaskan sarung tangan.
25.  Perawat mencuci tangan.

e. Hal – hal yang perlu diperhatikan
26.  Pengangkatan balutan dan pemasangan kembali balutan dapat menyebabkan pasien terasa nyeri.
27.  Cermat dalam menjaga kesterilan.
28.  Mengangkat jahitan sampai bersih tidak ada yang ketinggalan.
29.  Teknik pengangkatan jahitan di sesuaikan dengan tipe jahitan.
30.  Peka terhadap privasi klien. (dr. hakimi, 2010)






0 komentar:

Posting Komentar